Jumat, 22 Mei 2009

Siapakah yang memaksa-Nya bersumpah?

Siapakah yang memaksa-Nya bersumpah?


Al-Ashmu’i berkisah: Dulu aku mengajar al-Quran di sebuah kampong Badui. Tiba-tiba aku dihadang oleh seorang Arab Badui penjarah yang di tangannya ada sebuah pedang. Ketika sudah mendekat untuk menarik bajuku, dia berkata,
“Wahai orang kota, apakah yang menyebabkan kamu masuk ke kampung padang pasir?”
Aku menjawab, “Untuk mengajarkan al-Quran.”
Dia bertanya, “Apakah al-Quran itu?”
Aku menjawab, “Perkataan Allah.”
Dia bertanya, “Apakah Allah mempunyai perkataan?”
Aku menjawab, “Ya.”
Kemudian dia menyanyikan sebuah syair, aku menjawab dengan firman Allah,
“Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezekimu dan terdapat pula apa-apa yang dijanjikan kepadamu.” (QS. Adz-Dzariyaat: 22).
Kemudian dia melemparkan pedangnya dan berkata, “Aku minta ampun kepada Allah, rezekiku ada di langit, tetapi mengapa aku mencarinya di bumi?”
Setelah berlalu satu tahun, aku bertemu dengannya pada waktu melakukan thawaf. Dia bertanya, “Apakah kamu orang yang bertemu denganku setahun yang lalu?”
Aku menjawab, “Benar!”
Lalu dia menyanyikan sebuah syair lagi. Aku menjawab dengan firman Allah,
“Maka demi Tuhan langit dan bumi, sesungguhnya yang dijanjikan itu adalah benar-benar (akan terjadi) seperti perkataan yang kamu ucapkan.” (QS. Adz-Dzariyaat: 23).
Kemudian si Badui itu diam dan menangis seraya berkata, “Siapakah yang memaksa-Nya untuk bersumpah?”
Dia terus mengucapkan kalimat ini hingga jatuh dan mati. Semoga Allah merahmatinya.
Sahabatku, subhanallah, kisah ini membuat saya merenung. Apakah engkau juga demikian? Apa yang engkau renungkan dari kisah ini? Saya merenung dari kondisi si Badui itu dengan jawaban yang diberikan al-Ashmu’i berupa ayat-ayat al-Quran. Saya melihat, banyak orang yang merasa bahwa apa yang dia dapatkan berasal dari hasil usahanya sendiri. Termasuk juga diri saya. Oleh karenanya, kisah ini seolah menusuk ke dalam lubuk hati saya yang paling dalam.
Sahabatku, siapakah yang memaksa-Nya untuk bersumpah seperti itu? Ya, tidak lain orang-orang yang saya sebutkan di atas. Kita menganggap rezeki itu ada di bumi, padahal ia ada di langit. Allah-lah yang memberi kita rezeki. Allah-lah yang melapangkan jalannya rezeki dan Allah pula yang menyempitkannya. Segala sesuatu jangan dilihat dari hasil kerja keras kita semata, tetapi ingatlah Allah Yang Maha Memberi Rezeki. Kita tidak akan mendapat sepeser uangpun tanpa izin dari-Nya. Jika kita merasa usaha yang kita jalankan tidak mendapatkan hasil yang positif, padahal kita sudah berikhtiar sekuat tenaga, sudahkah kita mengingat Allah? Seringkali kita menganggap remeh mengingat Allah, sehingga kita melalaikannya begitu saja. Padahal, mengingat Allah adalah urusan yang sangat FUNDAMENTAL.
Rezeki itu ada dilangit bukan dibumi. Janganlah seperti Qarun yang menganggap seluruh harta kekayaannya berasal dari hasil kerja kerasnya selama ini. Allah Maha Melihat dan Maha Mendengar apa yang dikatakan Qarun itu hingga akhirnya Dia membenamkan Qarun beserta harta kekayaannya ke dalam tanah. Hal ini berguna sebagai pelajaran bagi umat-umat kemudian agar jangan seperti Qarun. Jangan memandang harta curian, korupsi, atau menjual barang-barang haram, sebagai sesuatu yang akan dirasakan kenikmatannya. Allah Swt. sangat membenci pekerjaan-pekerjaan itu.
Kebencian Allah mengundang kemurkaan-Nya. Allah tidak akan membiarkan orang-orang zalim itu berbuat seenaknya. Allah akan menghukum mereka. Namun mata hati mereka sudah buta dari hukuman itu sehingga tidak membuat mereka sadar, malah mereka semakin terjerumus pada jurang yang lebih dalam lagi. Kelak Allah akan “membenamkan” diri mereka seperti Qarun. Allah akan membuat hidup mereka susah dan gelisah. Jika ada orangtua yang hidupnya susah dan gelisah, bisa jadi di masa mudanya ia gemar berbuat maksiat. Bagi orang-orang yang ingin sadar, ingatlah keresahan dan kesulitan hidup; ingatlah tubuh ini sering sakit-sakitan; ingatlah istri dan anak yang sering melawan perintah suaminya; ingatlah rezeki yang tidak lancar; ingatlah sahabat yang semakin jauh darinya. Semoga ingatan-ingatan itu membuatnya sadar dan kembali kepada Allah Swt..

Rabu, 20 Mei 2009

Reksadana Indeks – Sejarah dan Prospek


Posted on September 22, 2007 by John Item
dari johnitem.wordpress.com

Tadinya versi ini yang akan dikirim ke Kompas (2006). Tapi setelah berbagai pertimbangan, versi yang satu lagi yang dikirim. (Lihat posting mengenai Rekadana Indeks, bulan lalu).
Reksadana Indeks – Sejarah dan Prospek
Pada tahun 1974, sebuah artikel di Journal Portfolio Management mengejutkan industri pasar modal Amerika Serikat (Wall Street). Di artikel tersebut, sang penulis menganjurkan agar perusahaan manajer investasi mulai menawarkan produk reksadana baru berbasis indeks (RDI), dikelola secara pasif dengan tujuan utama mengikuti, bukan mengalahkan ataupun tertinggal, kinerja indeks.
Wall Street terkejut karena rekomendasi ini sangat bertentangan dengan pandangan dan kebiasaan yang berlaku pada saat itu, dimana pengelolaan reksadana biasanya dilakukan secara aktif dengan tujuan untuk menghasilkan keuntungan yang sebesar-besarnya bagi investor.
Yang membuat artikel tersebut tidak dipandang sebelah mata oleh Wall Street adalah karena sang penulis adalah seorang sesepuh Ekonom Amerika Serikat (AS), pemenang Nobel Ekonomi dan pengarang buku Makro Ekonomi terlaris didunia, Profesor Paul Samuelson dari MIT (Massachussets Institute of Technology).
Hipotesa Pasar Efisien
Terkejutnya pelaku pasar di Wall Street pada saat itu mungkin tidak perlu terjadi kalau saja mereka mendalami artikel Paul Samuelson sebelumnya yang diterbitkan oleh Journal Industrial of Management di tahun 1965. Di artikel “Proof That Properly Anticipated Prices Fluctuate Randomly,” Samuelson membuktikan secara matematis bahwa justru tindakan untuk mengambil keuntungan sebanyak-banyaknya dari banyak pelaku pasar yang pintar-pintar, canggih dan well-informed tersebutlah yang menyebabkan harga saham berfluktuasi secara acak (random).
Ide dasar ini kemudian dikembangkan oleh Profesor Eugene Fama, murid Samuelson, dari University of Chicago yang kemudian mencetuskan apa yang disebut Efficient Market Hypothesis (EMH). Pada intinya, EMH menyatakan bahwa harga saham di pasar sudah mencerminkan segala informasi yang relevan mengenai saham tersebut. Sedangkan informasi baru mengenai saham tersebut akan diproses oleh para pelaku pasar secara efisien sedemikian rupa, sehingga harga saham akan menyesuaikan diri secara cepat dan langsung (instant) untuk mencerminkan informasi baru tersebut. Ditambah dengan asumsi bahwa informasi baru tersebut datang secara acak, maka harga saham tersebutpun akan bergerak secara acak juga. Akibatnya, tidak ada strategi investasi apapun yang dapat diterapkan oleh investor untuk mendapatkan tingkat keuntungan abnormal (excess return) secara konsisten atau secara terus menerus.
Sulitnya menghasilkan return abnormal secara terus menerus ini juga dicetuskan oleh Charles D. Ellis dalam artikel The Loser’s Game di Financial Analyst Journal tahun 1975. Di artikel tersebut Ellis mengilustrasikan bahwa untuk memperoleh 20% excess net return diatas tolok ukur (indeks), investor aktif secara rata-rata harus menghasilkan 40% excess gross return (sebelum dipotong biaya). Jelas ini bukan merupakan tugas yang mudah. Selanjutnya Ellis menambahkan bahwa dengan semakin banyaknya pemain institusi di pasar modal (dengan segala kecanggihannya), kompetisi untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya jadi semakin meruncing. Oleh karena itu, semakin sulit bagi masing-masing investor untuk memperoleh excess return secara konsisten. Akibatnya, investasi aktif di pasar modal menjadi losing game. Di losing game ini, pemenangnya adalah mereka yang membuat kesalahan paling sedikit. Di investasi pasar modal, pemenangnya adalah mereka yang mengeluarkan biaya paling sedikit.
Hasil observasi kinerja manajer investasi Amerika di tahun 1960 sampai awal 1970an ternyata mendukung EMH. Secara rata-rata,70% manajer investasi kinerjanya dibawah kinerja indeks (S&P 500). Sedangkan 30% manajer investasi yang kinerjanya lebih baik di tahun tertentu, belum tentu bisa mengulang prestasi yang sama di tahun selanjutnya. Akibatnya, bagi investor, memilih manajer investasi mana yang akan mengalahkan indeks di tahun tertentu menjadi sama sulitnya dengan memilih saham mana yang akan berkinerja baik di tahun yang sama.
Berdasarkan EMH dan data empiris kinerja manajer investasi tersebut inilah Samuelson menulis rekomendasi yang dianggap Wall Street cukup kontroversial tersebut. Ide utamanya adalah pengelolaan aktif tidak efektif karena EMH ternyata benar. Oleh karena itu, investor lebih baik diberikan produk investasi berbasis indeks, yang dikelola secara pasif dan berbiaya rendah.
Terinspirasi oleh tulisan-tulisan para akademisi diatas, pada tahun 1975, John Bogle melalui perusahaan investasi Vanguard mulai meluncurkan produk reksadana berbasis indeks ke publik Amerika.
Reksadana Indeks (RDI)
Pada dasarnya, reksadana indeks adalah reksadana yang dikelola secara pasif, dengan tujuan utama menghasilkan kinerja yang mengikuti kinerja indeks tertentu (misalnya S&P 500, Dow Jones 30, IHSG atau JII) dengan biaya seminimal mungkin. Komposisi portofolio akan mirip dengan indeks yang diikuti dan tidak memerlukan riset khusus dalam pembentukan (construction) maupun penyesuaian (rebalancing) portofolio.
Dibandingkan dengan portofolio yang dikelola secara aktif, transaksi jual-beli (portfolio turn over) RDI juga relatif lebih jarang. Akibatnya, bagi manajer investasi, biaya pengelolaan secara pasif ini jadi jauh lebih kecil. Otomatis, biaya yang dibebankan ke nasabah investor jadi jauh lebih kecil. Selain biaya rendah, RDI relatif lebih transparan karena komposisi portofolionya jelas, mirip dengan indeks, dan hanya berubah sedikit, terutama jika ada perubahan komposisi indeks yang di ikuti.
Reksadana Indeks cocok bagi investor yang sepaham dengan EMH bahwa return abnormal tak dapat dipertahankan dan lebih bersifat untung-untungan, yang tidak mau pusing-pusing memilih manajer investasi, serta ingin berinvestasi ke pasar modal dengan biaya serendah mungkin. Juga cocok bagi yang mementingkan transparansi tinggi, dan merasa bahwa menganalisa arah indeks jauh lebih mudah daripada arah pergerakan saham satu-persatu.
Dalam 30 tahun terakhir ini, reksadana indeks tumbuh pesat hingga sekarang mencapai nilai US$ 2.2 trilyun (saham), US$ 900 milyar (bonds) dan US$1.1 trilyun (saham dan obligasi internasional). Yang menarik, pemimpin Fidelity, perusahaan manajemen investasi terbesar Amerika, salah satu penentang keras ide RDI, turut mengembangkan bisnis RDI untuk Fidelity yang kini sudah mencapai nilai US$ 30 milyar atau Rp. 270 trilyun!
Prospek di Indonesia
Di pasar modal Indonesia, terdapat beberapa indeks: IHSG merupakan indeks harga seluruh saham yang tercatat di BEJ, yang terbobot dalam nilai kapitalisasi pasar setiap saham. LQ45 adalah indeks dari harga 45 saham terpilih BEJ, berdasarkan peringkat likuiditas, juga kapitalisasi pasar. JII merupakan indeks harga 30 saham terpilih BEJ, berdasarkan likuiditas dan kapitalisasi pasar, yang sesuai dengan syariat Islam.
Sejarah RDI di Indonesia, boleh dikata, masih berada di tahap awal, mirip di AS pada tahun 1975. Bedanya, pasar modal Indonesia belum se-efisien pasar modal AS di tahun 1975. Lalu, apakah in berarti reksadana indeks belum tepat untuk di beli atau ditawarkan saat ini? Tunggu dulu.
Oleh karena pada awalnya RDI dibuat berdasarkan rekomendasi pakar-pakar EMH, persepsi pasar mengenai RDI menjadi lekat dengan pasar yang efisien. RDI hanya akan sukses di pasar yang sudah efisien, demikian persepsi yang ada di publik.
Pada kenyataannya, berbagai RDI di pasar yang tidak efisienpun banyak yang sukses. Contohnya beberapa Small Cap Index Funds, yang komposisi portofolionya terdiri dari banyak perusahan-perusahan kecil di AS, dapat tumbuh dengan baik. Padahal, saham perusahan-perusahaan kecil di AS masih dianggap tidak efisien karena masih minimnya berita, analisa atau informasi mengenai perusahan-perusahaan kecil tersebut.
Selain itu, dengan menggunakan aritmatika sederhana, dan asumsi kinerja portofolio investor terdistribusi secara normal , serta tanpa asumsi pasar efisien, dapat kita tunjukan bahwa, paling tidak, secara rata-rata, kinerja RDI saham akan lebih baik dari kinerja 50% sampai dengan 60% dari populasi investor saham lainnya.
Apakah reksadana berbasis indeks akan ber-evolusi dengan baik seperti apa yang terjadi di AS, tentunya masih terlampau pagi untuk dapat kita pastikan. Akan tetapi, melihat faktor teori ekonomi keuangan yang kuat yang mendasari diciptakannya produk ini, ditambah dengan biaya pembelian yang rendah, serta prospek kinerja yang cukup potensial (diatas rata-rata, bahkan mungkin bisa terbaik), bukan tidak mungkin sukses di AS bisa terulang disini.

John D. Item, CFA

Selasa, 19 Mei 2009

Merencanakan Keuangan Anda

Merencanakan Keuangan Anda

Anda tentunya tahu bahwa setiap manusia memiliki kebutuhan. Kebutuhan orang dewasa akan selalu bertambah seiring dengan berjalannya waktu. Dari kebutuhan untuk menikah, membeli rumah, kendaraan pribadi, memiliki dan membesarkan anak, sampai menikmati masa pensiunnya dengan bahagia.
Namun, untuk dapat memenuhi semua kebutuhan itu, tentunya dana yang dibutuhkan tidak sedikit. Sebagai contoh, mungkin Anda tau jika saat ini harga rumah di pinggir kota Jakarta dengan luas 96 m2 saja, sudah mencapai 200-300 juta rupiah. Belum lagi memikirkan biaya sekolah anak yang semakin lama semakin mencekik kantong. Saat ini saja, uang pangkal sebuah SMP swasta sudah mencapai puluhan juta rupiah, bayangkan uang sebesar itu hanya untuk pendidikan selama tiga tahun.
Keadaan ini tentunya menimbulkan pertanyaan bagi Anda, bagaimana saya bisa memenuhi semua kebutuhan itu? Jawabannya adalah dengan melakukan perencanaan keuangan sedini mungkin, dan bersenang-senanglah kemudian.

5 Langkah Untuk Bersenang-Senang Kemudian!
Perencanaan keuangan adalah suatu proses mengelola keuangan yang dilakukan dengan disiplin, untuk mencapai tujuan yang Anda inginkan. Untuk itu, ada 5 langkah yang Anda harus lakukan :
1. Periksa kondisi kesehatan keuangan Anda
Bukan hanya kesehatan tubuh Anda yang penting, tetapi kesehatan kondisi keuangan Anda pun tak bisa diabaikan. Sebenarnya, hal yang disebut belakangan ini harus menjadi prioritas pertama Anda sebelum menjaga kesehatan tubuh, karena menjaga kesehatan tubuh juga membutuhkan dana.Langkah pertama ini cukup mudah. Catat dengan baik semua pengeluaran Anda dalam satu bulan. Anda pasti akan takjub ketika melakukan hal ini, karena Anda akan melihat kemana saja uang Anda melayang selama ini.Selain itu, hitung seluruh kekayaan dan juga hutang-hutang yang Anda miliki. Lunasi semua hutang Anda - jika perlu dengan menjual kekayaan Anda - sebelum Anda berencana untuk memiliki sesuatu yang baru. Jika Anda sudah tidak memiliki hutang lagi, maka baru dapat dikatakan kondisi keuangan Anda sudah sehat wal afiat.Jangan takut jika Anda tidak memiliki simpanan setelah Anda membayar semua hutang, karena walaupun Anda tidak memiliki simpanan lagi, Anda akan melakukan sesuatu yang jauh lebih baik bagi Anda sendiri.

2. Bermimpilah!

Langkah kedua adalah merencanakan kebutuhan Anda. Langkah ini dilakukan dengan bermimpi. Ya, Anda tidak salah, bermimpi! Bertanyalah di dalam hati Anda, apa saja yang Anda inginkan dalam hidup ini. Rumah di Pondok Indah? Mobil Jaguar? Apartemen di kawasan bintang lima? Mengalahkan para socialite untuk memiliki jumlah sepatu, baju, dan tas bermerek? atau bahkan bulan madu ke Paris? Nah, jika sudah, bangunlah dari mimpi Anda untuk melihat realita apakah seluruh mimpi Anda sudah sesuai dengan kondisi kekayaan dan pendapatan Anda? Jika belum, kembalilah bermimpi. Namun, kali dengan mimpi yang lebih realistis. Jangan lupa prioritaskan hal mana yang ingin Anda dapatkan terlebih dulu.Satu hal yang harus diingat, selain hal-hal yang menyenangkan tadi, masukkan di dalam prioritas Anda kebutuhan dana darurat. Dana darurat? Apalagi itu? Dana darurat adalah dana untuk keperluan yang munculnya tidak Anda duga, seperti biaya rawat inap di rumah sakit. Tentunya hal ini tidak diharapkan terjadi, tetapi tidak ada salahnya Anda berjaga-jaga seperti pribahasa "sedia payung sebelum hujan".

3. Kelompokkan kebutuhan keuangan Anda
Langkah ini masih mudah. Cukup kelompokan kebutuhan-kebutuhan Anda berdasarkan jangka waktunya. Jangka waktu sendiri dibagi 3, yaitu jangka pendek untuk kebutuhan antara 1-3 tahun, jangka menengah untuk kebutuhan antara 3-5 tahun, dan jangka panjang untuk kebutuhan lebih dari 5 tahun.Berikut ini adalah contoh pengelompokan kebutuhan Anda :
Jangka Waktu Tujuan Keuangan
Jangka Pendek Anda ingin memiliki dana darurat
Jangka Menengah Anda ingin membayar uang muka rumah
Jangka Panjang Anda ingin mempersiapkan dana pensiun

4. Kenali jenis investasi yang cocok dengan kebutuhan Anda
Langkah ini cukup sulit untuk dilakukan, karena bagi sebagian dari Anda, hal ini merupakan hal yang baru. Anda dapat mempelajarinya dengan bantuan saudara atau teman Anda yang telah merencanakan keuangan dengan baik, menyewa konsultan perencana keuangan, atau Anda dapat mempelajarinya sendiri di situs ini, pada bagian Jenis Investasi. Setelah Anda mengerti manfaat dari masing-masing jenis investasi, pilihlah yang paling sesuai dengan kebutuhan keuangan Anda.

5. Disiplin itu pelita hati!

Semua langkah-langkah yang Anda terapkan akan sia-sia jika Anda tidak melakukannya dengan disiplin dan memiliki komitmen tinggi. Kedua hal penting itu akan membuat segalanya berjalan dengan lancar. Anda ingin berbulan madu di Paris dan menikmati jaguar Anda, bukan? Bersabarlah! Makin Anda mendisiplinkan diri dan mempertahankan komitmen, maka mimpi Anda itu makin cepat menjadi kenyataan.


Mulailah Merencanakan Keuangan Anda Sedini Mungkin
Semakin cepat Anda melakukan perencanaan keuangan Anda dan mulai berinvestasi, maka semakin kecil dana yang dibutuhkan. Hal ini tentunya akan menguntungkan Anda karena semakin banyak kebutuhan yang dapat Anda rencanakan. Sebagai contoh, kami memberikan ilustrasi perencanaan keuangan untuk mendapatkan dana pendidikan anak Anda di bawah ini.
Anda mempunyai seorang anak, dan Anda berencana untuk menyekolahkannya ke luar negeri untuk mengambil S1, dimana pada saat itu usia anak Anda adalah 18 tahun. Anda memperkirakan biaya yang dibutuhkan untuk menyelesaikan kuliahnya adalah sebesar 1 miliar rupiah. Jika Anda mendepositokan uang Anda untuk mendapatkan dana sebesar 1 miliar itu, dengan asumsi bunga deposito sebesar 6% per tahun (tidak termasuk pajak), maka didapatkan ilustrasi sebagai berikut:

umur anak; jangka waktu menabung; besarnya dana yang harus disisihkan;
(tahun) (tahun)
3; 15; Rp. 3.741.270
8; 10; Rp. 6.439.885
13; 5; Rp. 14.704.567

Oleh sebab itu, mulailah merencanakan keuangan Anda dan mulailah berinvestasi dari sekarang!

Jumat, 15 Mei 2009

Kredit Tanpa Agunan dan Ilusi Bunga Flat

Kredit Tanpa Agunan dan Ilusi Bunga Flat
dari JanganSerakah.com


Pernahkah teman-teman mengalami hal seperti ini? Anda sedang bekerja/ngopi/makan siang/nyetir, ketika tiba-tiba……

(ring…ring…handphone berbunyi… nomor tidak dikenal)
“Hallo?”
“Selamat siang pak. Nama saya X dari Bank Y. Saya menelpon untuk menginformasikan kepada bapak bahwa bapak telah terpilih untuk mendapatkan fasilitas kredit tanpa agunan sebesar 50 juta dari bank kami. Uang ini nanti bebas bapak pakai untuk…….”

Saya yakin kejadian di atas sudah pernah dialami oleh kebanyakan pembaca blog ini. Beberapa tahun terakhir, berbagai institusi perbankan begitu gencarnya menawarkan Kredit Tanpa Agunan (KTA) kepada masyarakat. Saking gencarnya, hingga dalam satu bulan, saya bisa menerima telpon seperti di atas dua atau tiga kali.
Menulis post tentang KTA ini, saya jadi teringat akan suatu kejadian di bulan Oktober tahun lalu ketika saya diberikan sebuah “PR” oleh orang tua saya. Saya diminta untuk membantu mengurus penyelesaian hutang bank salah satu karyawan kami. Jumlah hutang karyawan itu kepada berbagai bank mencapai lebih dari Rp 40 juta, terdiri dari hutang KTA dan kartu kredit. Dengan gaji pokoknya yang hanya Rp 1,2 juta per bulan tentunya situasi karyawan tersebut bagaikan sebuah mimpi buruk, terlebih mengingat kondisi karyawan tersebut yang sudah ada tanggungan (istri dan 1 anak)
—–oOo—–
Akhir-akhir ini, fasilitas KTA bagi banyak orang menjadi “jalan keluar” untuk memenuhi kebutuhan belanjanya, entah apakah itu utk belanja konsumsi ataupun belanja usaha. ‘Getolnya’ bank-bank dalam menawarkan KTA ditambah dengan meluasnya sifat konsumerisme serta rendahnya pemahaman masyarakat tentang instrumen hutang membuat saya agak mengkhawatirkan ekses negatif yang mungkin timbul di masa depan.
Di dunia “perhutangan”, KTA termasuk ke dalam kategori unsecured debt (lawannya adalah secured debt). Dalam unsecured debt, hutang yang diberikan tidak “terkait” dengan barang jaminan apapun, sehingga tentunya resiko yang ditanggung oleh si pemberi hutang lebih besar.
Seperti kita tahu, dalam investasi berlaku hukum “resiko sebanding dengan prospek keuntungan”, dan tentunya KTA juga tidak luput dari hukum ini. Karena resiko yang ditanggung oleh pemberi hutang lebih tinggi, orang-orang yang menggunakan KTA pun harus “membayar lebih mahal” dalam bentuk bunga yang lebih tinggi dibandingkan dengan hutang tipe “secured debt” (dimana kita harus memberikan barang jaminan kepada bank).
Beban bunga yang lebih tinggi (dan bisa sangat mencekik ini) yang menjadi alasan mengapa pada umumnya Financial Planner selalu menyarankan untuk sebisa mungkin menghindari “unsecured debt” seperti KTA.
—–oOo—–

Salah satu hal yang membuat banyak orang tertarik untuk mengambil KTA adalah Ilusi bunga Flat. Satu hal yang saya sayangkan adalah masih banyak orang yang belum memahami apa itu bunga flat, sehingga saya kerap mendengar kalimat seperti “Ambil KTA aja, bunganya cuma 2% sebulan“. Sistem bunga Flat yang umumnya dipakai untuk KTA, memang menimbulkan ilusi bahwa bunga yang kita bayar tidak terlalu mahal, padahal kenyataannya tidak demikian.
Dalam sistem bunga Flat, bunga yang kita bayar diperhitungkan atas nilai awal hutang kita. Misalkan kita berhutang Rp 10 juta, maka besarnya bunga yang kita bayar itu selalu dihitung berdasarkan angka 10 juta ini, bahkan jika kita sudah mencicil sebagian dari 10 juta itu. Ini berbeda dengan sistem bunga “normal” (efektif) di mana besarnya bunga yang harus kita bayar itu dihitung berdasarkan kepada sisa hutang kita. Jika kita berhutang Rp 10 juta, tetapi sudah kita cicil Rp 1 juta, maka bunga yang kita bayar hanyalah bunga atas Rp 9 juta.
Perbedaan di atas menimbulkan selisih yang besar antara bunga flat dan bunga efektif. Sebagai contoh, jika kita mengambil KTA tempo 1 tahun dengan bunga “cuma” 2%/bulan (24%/thn), bunga efektif yang harus kita bayar sebenarnya adalah sebesar kurang lebih 42%. Dengan tingkat bunga seperti ini, tidaklah mengherankan jika institusi perbankan begitu bernafsu meminjamkan uangnya kepada kita dalam bentuk produk KTA ini (bandingkan dengan bunga deposito yang kita terima jika kita “meminjamkan” uang kita kepada bank).
—–oOo—–
Setiap kali kita ditawarkan hutang (untuk apapun juga) dengan sistem bunga flat, ada baiknya jika kita menghitung berapa sebenarnya bunga efektif yang kita bayar. Secara kasar, biasanya jika suku bunga flat diubah menjadi suku bunga efektif, maka besarnya kira kira akan menjadi hampir 2 kali lipat (lihat kembali contoh di atas)
Untuk mengkonversi bunga flat menjadi bunga efektif dengan lebih tepat, untuk teman-teman yang “tidak ada waktu” untuk menghitung secara manual, bisa menggunakan berbagai kalkulator online seperti yang tersedia di sini.
Pertama-tama masukkan nilai pinjaman, suku bunga FLAT, tipe pinjaman (FLAT) serta lama pinjaman (dalam bulan). Misalkan saja kita masukkan nilai pinjaman 100 juta, suku bunga flat 8%/thn, serta lama pinjaman 24 bulan. Maka hasil yang diberikan oleh kalkulator itu adalah : Total Amount Repayable (jumlah total pembayaran) = 116 juta dan cicilan perbulan 4.833.333.
Selanjutnya untuk mengetahui berapa sebenarnya bunga efektif yang kita bayar, maka kita lakukan sekali lagi penghitungan. Nilai pinjaman tetap 100 juta, tipe pinjaman diganti ke Compound, lama pinjaman tetap 24 bulan. Karena kita justru sedang mencari tahu berapa tingkat suku bunga efektif, maka kita tidak mengetahui berapa suku bunga efektif yang harus dimasukkan. Untuk mencari besarnya suku bunga ini, kita akan memakai metode “trial and error” (meskipun “trial and error” tetapi tidak membutuhkan waktu lama).
Utk percobaan pertama, masukkan saja misalnya suku bunga compound=16% (dua kali lipat dari suku bunga flat). Hasil yang kita dapatkan : Total Amount Repayable = 117 juta+ dan cicilan bunga per bulan = 4.896.311. Angka ini lebih besar daripada angka 116 juta pada penghitungan suku bunga flat. Oleh karena itu, kita turunkan sedikit angka suku bunga compound itu, misalnya menjadi 15%. Hasil baru yang kita dapatkan akan menurun menjadi 116,367 juta. Kecilkan terus suku bunga compound hingga hasil yang kita dapat = 116 juta, yang akan didapat pada tingkat suku bunga compound 14,68%. Dengan demikian berarti bahwa suku bunga flat di atas (8% selama 24 bulan) adalah sama dengan bunga efektif sebesar 14,68%.

Selasa, 12 Mei 2009

Tangga Deposito

Seorang rekan bertanya, saya punya duit 5juta, daripada nganggur ditabungan enaknya ditaruh dimana yah?
aku balik nanya, kira2 mau dipakai lagi kapan? karena menentukan jenis investasi adalah dari return, resiko dan waktu.
kalo jangka panjang (diatas 5tahun), masukin ke Reksadana Indeks (DINAR), menurutku itu alternatif terbaik. returnnya lumayan, bisa 15 s/d 25% setahun.
kalo jangka menengah, 1 s/d 5 tahun, aku saranin ke Reksadana Obligasi. returnnya antara 7 s/d 12% per tahun.
kalo jangka pendek, 1 tahun atau kurang, masukin ke deposito, gampang khan?

terus kalo ada tambahan 5juta lagi, apa langsung ditambahin?

lebih baik buka baru, ini untuk mengantisipasi penarikan/pencairan deposito. dengan punya beberapa deposito dengan tgl jatuh tempo yang bervariasi, akan memudahkan kita saat pencairan.
kalo punya 1 deposito, mau apalagi, ngikut jatuh tempo. 30/1 = 30hari
kalo punya 2, bikin jarak jatuh temponya 30/2 = 15hari. misal yg satu tgl 5, kedua tgl 20.
kalo punya 3, 30/3 = 10 hari,
dan seterusnya.

Ok, enggak?

Jadi ini dinamakan Tangga Deposito, masing-masing anak tangganya berisi catatan tanggal jatuh tempo deposito.

salam,

Senin, 11 Mei 2009

Temen-temenku berangkat

Hari ini pak Jaenuri dan temen-temen mau berangkat ke Asahi, Jepang untuk waktu selama 6bulan.
Enggak bisa ngasih saku dan enggak tega "nodong" oleh, aku cuman bisa doain aja:

"Semoga Selamat sampai tujuan"

amiin.

Jumat, 08 Mei 2009

Back to Home

Akhirnya setelah berkelana ngeliat-liat blog orang, terutama keasyikan ngeliat blognya bung Nikken "Edison" JanganSerakah.com hari ini baru perhatian lagi ama blog sendiri.

lagi nyari ide, enaknya dikustomisasi apalagi ya blog ini?
dikasih foto, kurang sreg, wong aku sendiri enggak fotogenik...

apa udah cukup yach? kayaknya belon...

ada ide buatku? terimakasih bila sempet mengisi komen...