Jumat, 22 Juli 2011

Abunawas dan tuan Kadi

Abunawas dan Tuan Kadi

Sejak Kadi (pejabat pemerintah semacam hakim di jaman Harun ar Rasyid) yang baru dilantik, Abunawas belum pernah bertemu dengannya.
Dia agak segan aja mengingat Kadi yang baru itu masih ada hubungan keluarga dengan Amir (semacam gubernur) di wilayah itu.
Begitu ada urusan, terpaksalah Abunawas menemui Kadi tersebut.
Tapi Kadi ini rupanya malas-malasan mengurus urusan Abunawas dengan berbagai alasan.
Akhirnya Abunawas duduk dipojok ruangan sang Kadi.

Berikutnya ada saudagar kaya datang ke Tuan Kadi mengurus suatu keperluan. baru saja datang sudah disambut hangat, sang saudagar memberi sebuah guci berisi penuh madu kepada Tuan Kadi. Urusan pun lancar dan saudagar pulang.
Abunawas 'gondok' melihat kejadian ini dari pojok ruangan.

Pulang dari tempat Tuan Kadi, Abunawas mampir ke pasar, membeli sebotol besar madu dan guci.
Tiba di rumah, diisinya guci ini dengan tahi kuda yang masih lembek sampai kira-kira 2/3nya. baru atasnya diisi madu yang dibelinya tadi.

Keesokan harinya Abunawas kembali ke Tuan Kadi sambil membawa guci tersebut.
Baru saja sampai pintu, tuan kadi yang kemaren cuek ama Abunawas, berubah menjadi ramah dan mempersilahkan masuk, sehingga urusan kemaren yang tertunda menjadi lancar hari ini.
Kini tibalah Abunawas menyerahkan guci ini dengan hati-hati. Tuan Kadi membuka guci, dan karena masih kurang percaya sama Abunawas, dia mencolek dan mencicipi madunya.
"Hmmm, manis juga madumu, Abunawas" ujar Tuan Kadi.
"Begitulah, kadang-kadang yang manis didepan terasa pahit di belakang" sahut Abunawas.
---oOo---

moral of the story: duit enggak bener hanya bikin celaka.

Duit hasil korupsi, menipu dan yang enggak bener lainnya, mungkin terasa manis saat mendapatkannya, tak perlu kerja keras sudah dapat duit banyak.
Tapi, sebelum dihisab di akherat, balasan dari Sang Kuasa sudah dicicil dahulu di dunia: keluarga hancur, karir hancur, dan lain sebagainya. sedang sisa AzabNYA yang jauh lebih dasyat masih menanti entar di akherat, kalo tidak bertobat di dunia.
Astaghfirullohal 'Adziim.

Kamis, 14 Juli 2011

abunawas menghitung bintang

Abunawas ditanya orang usil,
"Hai Abunawas, kau kan orang bijak, pengetahuanmu luas, cobalah kau hitung bintang di langit"
"Oh, aku bisa" sahut Abunawas,
Orang itu heran, "bagaimana caranya, Abunawas?"
"Besok habis sholat Jum'at, insyaalloh aku kasih tahu"
Belum habis bengong, Abunawas udah ngeloyor pergi ninggalin orang itu.
Orang ini pun bergibah, bergosip ria ama temen-temennya ngomongin Abunawas dan tingkah lakunya.
Singkat cerita, berkumpullah orang-orang dihalaman masjid Baghdad sehabis sholat Jum'at.
Orang-orang pun menagih Abunawas,
"Abunawas, kapan kau menghitung bintang di langit?"
Abunawas mengeluarkan kulit kambing dari karung yang tadi dibawanya dan ditaruh dekat tempat sandal.
"Sebelum aku menghitung bintang di langit, aku ingin diantara kalian menghitung jumlah bulu di kulit kambing ini"
"Bagimana kami menghitungnya, Abunawas? kalau kau tak bisa menghitung bintang di langit, bilang saja tidak bisa, jangan cari alasan..." jawab orang-orang.
"Begitulah kita" sahut Abunawas,"kita sering menyuruh orang lain yang belum tentu orang tersebut mampu melakukannya".

moral of the story: Kalo jadi pimpinan, pastikan perintah kita bisa dilaksanakan, Kalo berjanji, hitung dulu kita mampu memenuhinya apa enggak.

Berulang kali kita lihat dan dengar, banyak pemimpi(n) (pemimpi yang bermimpi menjadi pemimpin, hehehe) mengobral janji agar dipilih menjadi pemimpin, terbukti tidak bisa memenuhi janjinya.
Sesudah jadi pemimpi(n), masih menyuruh anak buahnya ini dan itu tanpa menghitung bisa enggak dilaksanakan, tanpa menanyakan dulu ke bawahannya. dan kalo tidak terlaksana, jawaban sudah tersedia: "kan sudah saya suruh, tanyakan sama yang disuruh, dong..."
Astaghfirullohal 'Adziim.

Jumat, 08 Juli 2011

Abunawas membeli keledai

Abunawas Membeli Keledai

Abunawas bersama anaknya pergi ke pasar hewan di pinggiran kota Baghdad.
sesudah tawar menawar dan transaksi, mereka pulang membawa keledai yang baru dibeli tersebut.

Dalam perjalanan pulang, Abunawas dan anaknya berjalan sambil menuntun keledai tersebut. saat melewati sekelompok orang, Abunawas mendengar seseorang berkata:
"Lihat bapak anak itu, punya keledai cuman dituntun doang, buat apa beli?"

Akhirnya, Abunawas menyuruh anaknya naik keledai dan dia berjalan sambil menuntun keledai.

Lewatlah mereka didepan sekelompok orang lagi, dan mendengar perkataan:
"Lihat anak durhaka itu, dia enak-enak naik keledai, sementara bapaknya disuruh berjalan kaki, dasar anak sekarang..."
Abunawas pun tukar posisi dengan anaknya, dia naik keledai sementara anaknya berjalan menuntun binatang itu.

Didepan sekerumunan orang yang ketiga, ada juga yang berkomentar:
"Dasar orang tua tak tahu diri, anaknya disuruh nuntun keledai, dianya nongkrong diatas pelana..."
Akhirnya Abunawas dan anaknya naik berdua ke atas keledai...

Komentar keempat:
"Bapak ama anak sama-sama enggak tahu peri-kehewanan, masak keledai kecil begitu dinaiki berdua, astaghfirulloh...."

Abunawas pun bicara kepada anaknya:
"Nak, beginilah kalo kita hidup hanya mendengarkan dan menuruti omongan orang, ..."


moral of story: pencitraan hanya akan merusak segalanya.
Mengerjakan sesuatu hanya untuk dipuji orang, hanya untuk mengejar popularitas, mengejar polling, dan lain sebagainya tidak akan menghasilkan suatu apapun. dia akan populer sebentar dan "pop" seperti gelembung sabun, citra yang ada akan hilang tak berbekas...
Jika kita mengerjakan segala hal dengan niat "Lillahi ta'alla" demi mendapat ridho Sang Kuasa, kita tidak akan terpengaruh oleh populer atau tidaknya kita dipandangan orang.

ps: kangen ama pak JK yang berani anti populis demi kebaikan negara...